Vietnam sudah sejak lama menjadi incaran negara Asean berikutnya yang ingin saya datangi. Selain karena budaya yang unik dan alamnya yang juga menarik, sistem pemerintahan dan politik yang dianut oleh negara ini menjadi daya tarik utama saya ingin berkunjung kesini, sistem yang dimaksud adalah komunis, ini menarik karena sistem politik yang dianut sangat bersebrangan dengan sistem negara kita yaitu Demokrasi. Sederhananya, Negara yang menganut sistem komunis berarti hanya mengenal single party atau partai tunggal dalam sebuah pemerintahan. Ga ada cerita puluhan partai yang akan berkampanye setiap kali ada pemilu seperti di negara kita. Dan semua sendi-sendi kehidupan masyarakatnya pun sudah langsung diatur oleh pemerintahannya. Mulai dari segi pendidikan, kesehatan, hingga kebebasan berpendapat juga sudah diatur dengan sangat ketat dan tak bisa diganggu gugat.
Well, setelah dibayangkan, orang-orang ekspresif dan penurut susah diatur seperti saya ini sungguh teramat tidak cocok tinggal di negara komunis. Bisa bisa bakal jadi incaran tetapnya pemerintah, hahaha.. Yah walo dengan segala ke-chaosan negara kita yang kadang bikin kesal dan rasanya ingin pindah negara saja, saya tetap sangat bersyukur karna terlahir menjadi warga negara Indonesia. Ga kebayang kalau apa2 segala hal harus mengikuti peraturan yang ketat dan diatur oleh pemerintah. Walo sebenarnya bukan berarti karna kehidupan diatur pemerintahannya maka warganya tidak bahagia atau sejahtera. Justru negara-negara komunis belakangan ini sedang sangat berkembang pesat perekonomiannya seperti RRC dan Vietnam. Terbukti Ekspor Vietnam sedang mengalami peningkatan cukup pesat di kuartal I dan II tahun 2019 ini. Tapi yah, apalah arti sejahtera dan kaya raya, namun hidup bak seperti di penjara. *laluAmbilMicNyanyiHidupdalamsangkaremas
Hahaha baik….enough for comunism story, intinya banyak hal yang ingin saya lihat langsung di salah satu negara Indocina ini. Jadi, ketika di kampus ada pengumuman untuk mengikuti studi ekskursi di Vietnam, saya langsung *gercep untuk mendaftar. Meski mungkin perjalanan ini akan menjadi perjalanan formal seperti study tour ala ala, tapi semoga tak mengurangi esensi ndolan ndolannya sedikitpun. Karena ya,, tenang…kemampuan saya untuk curi-curi waktu untuk explore sana sini tak perlu diragukan, dan Eitss,, selain Vietnam, saya dan kedua teman merencanakan akan berpisah dengan rombongan dan melanjutkan perjalanan ke Kamboja dengan menempuh jalan darat. Nanggung banget rasanya udah di Vietnam dan ga nyobain perjalanan darat lintas negara-negara Indocina. So yeah, cross finger for this journey.
Anyway, speaking about Vietnam, tujuan utama trip kali ini yaitu Ho Chi Minh city, yang merupakan kota terbesar kedua dan merupakan pusat ekonomi bisnis negara Vienam. Ho Chi Minh menjadi pilihan karena merupakan pusat bisnis dan kota paling maju di Negara ini. Nama Ho Chi Minh city sendiri diambil dari nama salah satu pemimpin atau pahlawan dari pemerintahan komunis yang berkuasa saat itu. Dulunya dikenal dengan nama Saigon sebelum kemudian berubah nama menjadi ho Chi Minh City. Untuk Ibukota Negara Vietnam dan menjadi pusat pemerintahan berada di Hanoi. Jika yang menjadi tujuan utama perjalanan kalian adalah Danang yang terkenal dengan Giant Hands bridge nya atau Mui Ne yang terkenal dengan bukit pasir dan pantai-pantainya, maka lebih baik jika kalian memulai perjalanan dari Hanoi, karena tempat-tempat tersebut berada di sisi utara Vietnam, lebih dekat dengan Hanoi.
Begitu menginjakkan kaki di Bandar Udara Tan Son Nha, Ho Chi Minh, saya langsung disuguhkan dengan tulisan tulisan dengan Alfabet Vietnam yang unik di berbagai papan petunjuk yang tersedia. Bandaranya cukup besar dan tertata rapi sehingga tidak sulit untuk menemukan petunjuk jalan exit door, taxi counter dan lainnya. Setelah keluar kami pun bergegas mencari counter penjualan sim card. Setelah membandingkan dengan beberapa counter dan menyesuaikan dengan kebutuhan, kami memilih Vinaphone sebagai best deal dengan penawaran 5Gb unlimited, masa aktif 30 hari dengan harga 100.000 VND. Jika hanya 3-5 hari di Vietnam dan di hotel juga sudah tersedia Wifi, 5 Gb rasanya cukup untuk dipakai sharing dengan 2-3 org lebih seperti yang kami lakukan.
Untuk mata uang sendiri, Vietnam menggunakan Dong Vietnam. Oh ya, saya mau menghilight ini, akan saya bold juga agar lebih jelas, hahaha, but trust me, its important. Saran saya dari perjalanan ini adalah lebih baik untuk membeli USD di Indonesia lalu menukarkan USD ke Dong di money changer Vietnam, ketimbang langsung membeli Dong dari Indonesia. Percayalah, saya termasuk cukup rugi karena menukar langsung Dong di Indonesia lumayan banyak dan menatap nanar teman-teman yang mendapat lebih banyak Dong dengan menukar USD yang dibawa dari Indonesia dengan nilai yang sama. Tapi ingat juga jika ingin menukar USD ke Dong di money changer vietnam, sebaiknya jangan menukarkan uang di Bandara, karena ratenya yang kurang bagus.
Setelah keluar bandara dan memasuki wilayah perkotaan dimana bandara dengan kota berjarak cukup dekat hanya sekitar 30 menit berkendara, kita akan langsung menemukan lalu lintas yang padat dan cukup chaos. Saya berasal dari Medan dan udah ngerasa Medan itu chaos banget jalanannya. But sorry to say, Ho Chi Minh is even worse. Lumayan banyak pelanggaran lampu merah dan yang paling parah para pengguna jalan yang main serobot aja. Mostly, dilakukan oleh para pengguna sepeda motor, dan perbandingan pengguna sepeda motor disini yang amat jauh lebih banyak ketimbang mobil. Menurut tour guide kami, presentase pengguna sepeda motor jauh lebih tinggi dikarenakan daya beli masyarakat yang masih rendah dan harga mobil, pajak tahunan dan harga bensin di Vietnam sangat tinggi. Jadi, hanya orang-orang tertentu saja yang mampu membeli mobil. So yah, beaware kalau lagi jalan kaki atau menyebrang jalan di Ho Chi Minh ya kalau tidak mau diserobot oleh pemilik kendaraan.
Beberapa hari di Ho Chi Minh cukup membuat saya dapat mengamati beberapa hal menarik. Warga-warga yang tak sengaja berinteraksi bisa dibilang cukup ramah tapi tidak begitu banyak yang bisa berbahasa Inggris jadi lumayan terdapat kendala dalam berkomunikasi meski masih dapat diatasi. Tapi sayangnya keramahan para warganya tidak sama dengan para penjual dan penjaja dagangan. Mungkin pengalaman ini bisa berbeda bagi tiap orang, tapi sayangnya ini yang saya alami saat berbelanja di Malaysian Street dan Andong Plaza. No tawar tawar club tapi ngasih harganya nga masuk akal. Sekalinya ditawar langsung dijutekin. Saya kira cuma di Malaysian street saja, ternyata saat di Andong Plaza juga mengalami hal yang sama. Jadi ya tipsnya, kalau nga niat niat amat beli nga usah nanya harga karena kalau nga jadi atau nawar, bakal dapet senyuman paling pait sejagat.
Agama mayoritas di negara ini adalah Budha dan sebagian besarnya lagi adalah Atheis. Meski begitu, soal makanan, bagi kita yang muslim, tidak perlu khawatir menemukan makanan halal, selama mau nyari tau dan info (cukup banyak informasinya), relatif cukup banyak restaurant halal tersebar di kota ini. Tapi untuk breakfast di hotel sendiri, sebagian besar hotel tidak memisahkan menu halal dan tidak halal. Kecuali kamu menginap di Hotel muslim seperti Cap Town Hotel atau Ha My 3 Hotel.
Banyak hal yang menjadi daya tarik negara berjuluk Vietnam Rose ini, mulai dari budaya, kuliner dan cara hidup masyarakatnya. Banyak hal bisa kita pelajari dari negara komunis yang sedang bertumbuh pesat ekonominya ini. Dalam postingan selanjutnya, saya akan membahas tentang destinasi wisata menarik di Ho Chi Minh, kulineran yang lezat dan kopi vietnam yang terkenal di Indonesia karna kasus Jesica Mirna yang entah apa kabarnya hingga kini.
so yah…, bertemu di postingan selanjutnya gaes..
hαΊΉn gαΊ·p lαΊ‘i ~~~
0 Comments